Penggunaan Campur Kode dan Alih Kode dalam Pembelajaran Bahasa IndonesiaKelas X TGB SMK N 7 Semarang Tahun Ajaran 2016/2017
Tahrirul
Mar’ah-14410122-6C-PBSI-FPBS-UPGRIS
Tahrirul11@gmail.com
Abstrak
Penelitian
ini dilatarbelakangi oleh penggunaan campur kode dan alih kode menjadikan siswa
mudah dalam memahami materi pembelajaran, selain hal tersebut menggunakan dwibahasa
tidak membosankan dan dapat menciptakan suasana kelas yang kondusif. Wujud alih
kode dan campur kode dilakukan secara intern dan ekstern. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan wujud alih kode dan campur kode. Data yang
digunakan yaitu tuturan siswa dengan guru. Pengumpulan data dalam penelitian
ini menggunakan metode simak. Teknik yang digunakan yaitu teknik simak bebas
libat cakap, teknik rekam, dan teknik cakap. Tujuan adanya alih kode dan campur
kode di kelas diantaranya mengakrabkan suasana, menghormati lawan bicara,
membangkitkan rasa humor. Hasil penelitian menunjukkan adanya campur kode dan
alih kode yang disebabkan beberapa faktor yaitu pembicara, mitra tutur,
hadirnya orang ketiga, perubahan topik pembicaraan, sekadar bergengsi.
Kata
kunci : Alih Kode, Campur Kode, Pembelajaran
Pendahuluan
a. Latar
Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting
bagi manusia, dengan bahasa manusia dapat berinteraksi dengan sesamanya. Bahasa resmi Republik Indonesia dan
bahasa persatuan bangsa Indonesia adalah bahasa Indonesia. Eksistensi
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar memang perlu dipertahankan.
Namun ada beberapa hal yang harus diketahui berdasarkan aspek linguistik
masyarakat Indonesia termasuk masyarakat bilingual. Pada dasarnya, dalam interaksi sosial masyarakat Indonesia
menggunakan lebih dari satu bahasa, yaitu bahasa ibu dan bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional. Masyarakat
dwibahasa akan mengalami kontak bahasa sehingga melahirkan campur kode dan alih
kode. Masyarakat bilingual muncul karena mempunyai dan menguasai lebih dari
satu bahasa yang berbeda.
Faktor yang menyebabkan
peristiwa alih kode dan campur kode diantaranya penutur mempunyai maksud
tertentu, seperti bercanda, mengakrabkan diri, sekadar ingin dikatakan gaul,
terpengaruh kalimat atau tuturan sebelumnya, adanya perubahan topik
pembicaraan, penguasaan bahasa penutur. Saat komunikasi penutur selalu melihat
kepada siapa berbicara dan dimana saat berbicara. Dengan adanya pertimbangan
kondisi seperti itu dialami pada saat pembelajaran baik secara sengaja maupun
tidak alih kode dan campur kode muncul.
Pembelajaran teks negosisasi di SMK N 7 Semarang
menggunakan kurikulum 2013 yang menitik beratkan pembelajaran berbasis teks.
Melalui pembelajaran berbasis teks ini siswa dituntun untuk mampu menggunakan
bahasa ke dalam teks negosiasi. Penggunaan bahasa harus disesuaikan dengan
konteks teksnya dan fungsi bahasa itu sendiri. Pada konteks pembelajaran teks
negosiasi, peserta didik tentu akan menyesuaikan penggunaan bahasa untuk
memberikan pemahaman. Sehingga dalam pembelajaran tidak hanya terdapat
penggunaan bahasa Indonesia, namun terdapat juga bahasa lain.
b. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, dilakukan penelitian dengan rumusan masalah yaitu
bagaimana wujud campur kode dan alih kode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas
X TGB di SMK N 7 Semarang ?
c. Manfaat
1. Manfaat
Teoritis
Menambah khazanah ilmu
sosiolinguistik khususnya campur kode dan alih kode.
2. Manfaat
Praktis
a. Manfaat
bagi guru
1. Sebagai
alternatif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
b. Manfaat
bagi siswa
1. Siswa
dapat mengetahui penggunaan bahasa yang baik.
2. Meningkatkan
pemahaman pada materi pembelajaran.
c. Manfaat
bagi peneliti
Manfaat penelitaian bagi
peneliti adalah menambah wawasan mengenai campur kode dan alih kode dalam
pembelajaran.
d. Landasan
Teori
Ohoiwutun, (2007:69) Campur kode
didefinisikan sebagai penggunaan lebih dari satu bahasa atau kode dalam satu
wacana menurut pola-pola yang masih belum jelas. Sejalan dengan Yendra,
(2016:228) campur kode terjadi apabila seorang penutur bahasa mencampurkan
kode-kode suatu bahasa dengan bahasa lainnya, misalnya dalam sebuah situasi
seorang penutur bahasa mencampurkan kode bahasa Indonesia dengan bahasa daerah.
Ohoiwutun, (2007:71) Alih kode pada
hakikatnya merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek. Para penutur yang
sedang beralih kode berasal dari minimum dua komunitas dari bahasa-bahasa
(dialek) yang sedang mereka praktikkan. Berbeda dengan Kridalaksana (1982:7) mengemukakan bahwa penggunaan variasi bahasa lain
untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya
partisipasi lain disebut alih kode.
Negosiasi
adalah bentuk interaksi sosial yang berfungsi untuk mencari penyelesaian
bersama di antara pihak-pihak yang mempunyai perbedaan kepentingan. Tim,
(2013:134). Sejalan dengan Kosasih, (2013:236) Teks negosiasi adalah teks yang
ditulis sebagai bentuk interaksi sosial untuk mengompromikan keinginan yang
berbeda ataupun bertentangan.
e. Tinjauan
Pustaka
Herawati. (2014:27) dalam jurnal berisi Alih kode
menurut Suwandi (2010:86) dapat terjadi dalam sebuah percakapan ketika
seseorang pembicara menggunakan sebuah bahasa dan mitra bicaranya menjawab
dengan bahasa lain. Sedangkan menurut Rohmani, (2013:4-5)
dalam jurnal Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa dalam
masyarakat bilingual atau multilingual. Artinya dalam masyarakat bilingual atau
multilingual mungkin sekali seorang penutur menggunakan berbagai kode
dalamtindak tuturnya sesuai dengan situasi dan berbagai aspek
yang melingkupinya. Campur kode (code mixing ) terjadi apabila
seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan, mendukung suatu
tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan
dengan karakteristik penutur seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan,
serta rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi
informal, namun bisa juga terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan
dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya sehingga ada keterpaksaan
menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi (Azhar, dkk.,
2011:16-17)
Purnamawati
dalam skripsi (2010:20) Alih kode (codeswitching) adalah peristiwa
peralihan dari satu kode Ke kode yang lain. Misalnya penutur menggunakan bahasa
Indonesia beralih menggunakan bahasa Jawa. Appel (1976:79) melalui Chaer (2004:107)
mendefinisikan alih kode sebagai,“Gejala peralihan pemakaian bahasa karena
berubahnya situasi.” Soewito membedakan adanya dua macama lihkode,yaitu alih
kode intern dan ekstern.Alih kode intern adalah alih kode yang
berlangsung antara bahasa sendiri (bahasa Indonesia ke bahasa Jawa atau
sebaliknya). Sedangkan alih kode ekstern terjadi antara bahasa sendiri dengan
bahasa asing Chaer (2004:114).
Manik
(2016:46-47) dalam skripsi teks negosiasi adalah teks yang berisi rangkaian
interaksi sosial untuk saling bertukar pikiran mencari penyelesaian bersama
antara pihak yang memiliki kepentingan bersama, yang dapat disampaikan baik
secara tulis maupun lisan. Pada rangkaian negosiasi, pihak-pihak tersebut
berusaha menyelesaikan perbedaan itu dengan cara-cara yang baik tanpa merugikan
salah satu pihak dengan cara berdialog.
Metode
Penelitian dan Teknik Pengambilan
Untuk mengetahui penggunaan campur kode dan alih kode
dalam pembelajaran teks negoisasi digunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan metode simak. Peneliti menggunakan teknik
simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Mahsun, (2007:243)
Teknik simak bebas libat cakap dimaksudkan si peneliti menyadap perilaku berbahasa
di dalam suatu peristiwa tutur dengan tanpa keterlibatannya dalam peristiwa
tutur tersebut, jadi peneliti hanya sebgai pengamat. Teknik ini digunakan
dengan dasar pemikiran bahwa perilaku berbahasa hanya dapat benar-benar
dipahami jika peristiwa berbahasa itu berlangsung dalam situasi yang sebenarnya
yang berada dalam konteks yang lengkap. Mahsun, (2007:93) Teknik catat adalah
teknik lanjutan yang dilakukan ketika menerapkan metode simak dengan teknik
lanjutan di atas. Hal yang sama, jika tidak dilakukan pencatatan, si peneliti
dapat saja melakukan perekaman ketika menerapkan metode simak dengan kedua
teknik lanjutan di atas. Tentu teknik rekam dimungkinkan terjadi jika bahasa
yang diteliti adalah bahasa yang masih dituturkan oleh pemiliknya. Dalam hal
ini peneliti melakukan rekaman untuk memperoleh data kemudian disampaikan dalam
bahasa tulis.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berdasarkan
pengamatan yang telah dilakukan di SMK N 7 Semarang tahun pelajaran 2016/2017 menunjukan adanya
alih kode dan campur kode yang dilakukan oleh guru dan siswa saat proses pembelajaran
di kelas. Alasan yang menjelaskan tentang guru melakukan campur kode karena adanya hubungan timbal balik antara peranan
penutur bentuk bahasa dan fungsi bahasa. Campur kode dilihat dari
penggolongannya dibagi menjadi campur kode intern dan ekstern. Campur kode intern
biasanya berlangsung dari bahasa asli. Biasanya bahasa Jawa dengan bahasa
Indonesia. Sedangkan campur kode ekstern disebabkan adanya percampuran bahasa
asing dengan bahasa Indonesia. Biasanya berupa penyisipan bahasa asing seperti
bahasa Inggris. Selain itu Campur kode muncul akibat
kebiasaan pemakaian bahasa, Sedangkan alasan melakukan
Alasan
yang menjelaskan tentang guru melakukan alih kode karena guru memahami siswa
masih dominan menggunakan bahasa ibu, sehingga guru pada saat menyampaikan
materi sering menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa yang dilakukan
secara bergantian. Hal ini menyebabkan guru beralih kode ke dalam bahasa Jawa,
sehingga siswa mampu memahami maksud yang disampaikan oleh guru dengan lebih
baik dan mempermudah
guru dalam menjelaskan materi pelajaran. Guru yang beralih kode dari
bahasa Indonesia ke bahasa Jawa membuat siswa menjadi lebih cepat menangkap
materi secara jelas. Terbukti terdapat siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran di kelas
dengan adanya peralihan bahasa atau pencampuran bahasa yang dilakukan guru
mendorong keaktifan siswa dalam menerima materi. Beberapa faktor
penyebab alih kode yaitu
1. Pembicara
Seorang penutur
kadang-kadang dengan sadar berusaha beralih kode terhadap lawan tuturnya karena
sesuatu maksud. Misalnya apabila siswa terhadap guru dalam pembelajaran di
kelas (dalam situasi resmi), seharusnya mereka menggunakan bahasa Indonesia. Namun
kenyataannya tidak demikan. Contoh tuturan sebagai berikut.
KONTEKS : TUTURAN GURU
SAAT MEMBERIKAN SALAM DAN
MEMPRESENSI SISWA.
MEMPRESENSI SISWA.
Guru : Assalamu’alaikum
Siswa : Wa’alaikumsalam
Guru : Selamat pagi anak-anak
Siswa : Selamat pagi Pak
Guru : Sopo
seng ora mangkat dino iki ?
Siswa : Nia Pak
Tuturan tersebut guru
sebagai pembicara sedang mempresensi kehadiran siswa di kelas dengan tidak
sengaja beralih kode.
2. Mitra
Tutur
Mitra tutur atau lawan
tutur dapat menyebabkan peristiwa alih kode. Setiap penutur pada umumnya ingin
menyeimbangkan bahasa yang digunakan oleh lawan tuturnya. Dalam hal ini lawan tutur dibedakan
menjadi dua yaitu lawan tutur yang latar belakang bahasanya sama dengan penutur
dan lawan tutur yang latar belakang bahasanya berbeda dengan penutur.
Guru : Latihannya dikerjakan dulu anak-anak,
nanti presentasi di depan
Ratna : Pak, itu dikerjakan kelompok ?
Guru : Ya kelompok
Reza : Maju satu persatu Pak ?
Guru : Nggeh
cah bagus
Reza : Eee
presentasi ku maju jebule
Ratna : Pak, yang sudah maju ?
Guru : Nggeh
maju
Tuturan tersebut mitra tutur menyebabkan
alih kode untuk menyeimbangi agar mitra tutur tidak bingung atas perkatan
penutur.
3. Perubahan
Situasi dengan Hadirnya Orang Ketiga
Untuk menetralisasi
situasi dan menghormati kehadiran mitra tutur ketiga biasanya penutur dan mitra
tutur beralih kode, apalagi bila latar kebahasaan mereka berbeda.
KONTEKS : TUTURAN GURU
KEPADA SISWA MENGENAI PEMAHAMAN MATERI DAN TIBA-TIBA SALAH SATU SISWA DATANG
MEMINTA IZIN KE KAMAR MANDI.
Guru : Bagaimana anak-anak sudah paham tentang
materi pengertian
teks negoisasi ?
teks negoisasi ?
Siswa : Sudah pak
Guru : Untuk selanjutnya kita akan mempelajari
struktur teks negosiasi
Angga : Pak,
bade teng wingking
Guru : Ya silahkan
Angga :Ape
reng kantin iku
Tuturan tersebut terdapat
kehadiran orang ketiga yaitu saat guru menjelaskan materi negosiasi, tiba-tiba
Angga datang untuk izin pergi ke kamar mandi.
4. Perubahan
Topik Pembicaraan
Pokok-pokok pembicaraan
atau topik merupakan faktor yang dominan dalam menentukan terjadinya alih kode.
Pokok pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapkan dengan ragam baku,
dengan gaya netral dan serius. Pokok pembicaraan yang bersifat informal
disampaikan dengan bahasa tidak baku, emosional dan seenaknya.
KONTEKS : TUTURAN GURU
KEPADA SISWA MENGENAI PERISTIWA NEGOISASI.
Guru : Negoisasi bisa terjadi dimana anak-anak ?
Zacky : Di pasar Pak
Guru : Iya benar terus dimana lagi ?
Dita : Di kantor Pak
Guru : Benar, nanti kalian di rumah membuat teks
negosiasi yang
terjadi di daerah anda atau yang pernah anda jumpai. Pelajaran
saya cukupkan sampai sekian waktunya istirahat.
Assalamualaikum
terjadi di daerah anda atau yang pernah anda jumpai. Pelajaran
saya cukupkan sampai sekian waktunya istirahat.
Assalamualaikum
Siswa : Waalaikumsalam
Adit : Pak, mengenai lomba menulis cerpen
dikumpulkan dimana ?
(menghampiri guru)
(menghampiri guru)
Guru : Angger
dokok mejoku ning kantor
Adit : Iya Pak, besok saya akan mengumpulkan
Guru : Nak iso digae seng apik, waktune ijeh 3
dino. Diwoco meneh
nak menowo ono seng kurang
nak menowo ono seng kurang
Adit : Nggeh
Pak, terimakasih.
Pada tuturan tersebut
terjadi pergantian topik yaitu saat di kelas guru dan siswa sedang membicarakan
teks negoisasi, namun ketika keluar kelas ada salah satu siswa yang sedang
membicarakan mengenai lomba menulis cerpen kepada Guru. Hal tersebut menunjukkan
perbedaan topik yaitu petama membahas tentang teks negosiasi kemudian beralih
topik menulis cerpen. Ujaran guru “Angger
dokok mejoku ning kantor” merupakan wujud alih kode yang awalnya siswa
menggunakan bahasa Indonesia dan dijawab guru menggunakan bahasa Jawa.
Sedangkan tuturan Adit “Nggeh Pak,
terimakasih” termasuk campur kode karena kata yang pertama menggunakan
bahasa Jawa kemudian diikuti kata kedua menggunakan bahasa Indonesia.
5. Sekadar
bergengsi
Sebagian penutur ada
yangberalih kode sekadar untuk bergengsi. Hal ini terjadi apabila faktor
situasi, lawan bicara, topik, dan faktor-faktor sosiosituasional tidak
mengharapkan adanya alih kode, sehingga tampak adanya pemaksaan, tidak wajar,
dan cenderung tidak komunikatif. Alih kode demikian biasanya didasari oleh
penilaian penutur bahwabahasa yang satu lebih tinggi nilai sosialnya daripada
bahasa lain. Contoh tuturan sebagai berikut.
KONTEKS : PERISTIWA SAAT
GURU MENANYAKAN MATERI YANG BELUM DIPAHAMI.
Siswa : Pak struktur teks negosiasi apa saja ?
Guru :Struktur teks negosiasi terdiri dari orientasi,
permintaan,
pemenuhan, penawaran, persetujuan, pembelian, penutup.
pemenuhan, penawaran, persetujuan, pembelian, penutup.
Siswa : Jadi kalau membuat teks negoisasi harus
sesuai dengan struktur
ya Pak ?
ya Pak ?
Guru : Yes ofcourse. Understand ?
Siswa : Paham Pak
Tuturan
tersebut menunjukkan bahwa Guru merasa bergengsi jika menjawab dengan bahasa
Indonesia, oleh karena itu guru menjawab dengan bahasa Inggris agar terlihat
keren. Jawaban dari guru “Yes
ofcourse. Understand ?” termasuk peralihan kode yang awalnya menggunakan bahasa
Indonesia kemudian dijawab menggunakan bahasa Inggris.
Alih kode dan campur kode dilakukan oleh seseorang karena ada
beberapa macam tujuan yang disampaikan oleh tuturan. Kegiatan komunikasi
penutur menggunakan bahasa yang sesuai dan dibutuhkan. Siswa dan guru sebagai
masyarakat multilingual melakukan alih kode dan campur kode dengan tujuan yaitu
1.
Mengakrabkan suasana
Sebuah informasi dalam gagasan yang disampaikan oleh
seorang penutur akan lebih mudah dipahami atau lebih cepat berterima jika ada
kedekatan secara emosional antara individu-individu yang terlibat dalam
peristiwa tutur.
Siswa : “Pak, hanya sepuluh percakapan tidak apa-apa ?”
Guru : “Iya nggak apa-apa, asal maksud sudah tertuangkan”
Siswa : “Oh ya terimakasih Pak”
Guru : “Ayo uwong Jepara wes
bar iki. Uwong Pati ojo sampe kalah”
Siswa : “ Pak, kula maju”
Guru : “Wah malah didisiki
uwong Kudus”
Siswa : “Percaya aja Pak, pancen
pinter pinyambake”
Tuturan tersebut menunjukkan adanya alih kode dan
campur kode yang terjadi karena keakraban antara siswa dengan guru dengan cara
menghafal asal daerah siswa.
2.
Menghormati lawan bicara
Peristiwa tuturan antara penutur dan mitra tutur
biasanya bersifat menghormati. Seperti pembicaran yang dilakukan orang lebih
tua dengan yang lebih muda atau seseorang dengan status sosial yang lebih
rendah dengan orang yang memiliki status sosial lebih tinggi, atau antara
atasan dan bawahan, alih
kode dan campur kode kerap terjadi dengan tujuan menghargai atau menghormati
lawan bicara.
Guru : “kok pada tidak semangat, tadi sudah sarapan apa belum ?”
Reno : “Sampun Pak”
Ardi : “Dereng Pak”
Guru : “Lhoo kenapa kok ada yang belum sarapan ?”
Ardi : “Mboten kober”
Data tersebut menunjukkan adanya alih kode antara Guru,
Reno dan Ardi. Guru yang awalnya menggunakan bahasa Indonesia dijawab oleh Reno
dan Ardi menggunakan bahasa Jawa krama karena sebagai siswa ketika ditanyakan
perihal makan menjawab dengan sopan.
3.
Membangkitkan rasa humor
Peristiwa berbahasa dalam situasi tertentu. Biasanya
terjadi alih kode yang dilakukan dengan alih varian, alih ragam, atau alih
gaya bicara dengan tujuan membangkitkan rasa humor untuk memecahkan kekakuan.
Sarah : “Kamu udah selesai mengerjakan itu ?”
Rama : “Jelaass (terdiam sejenak)”
Sarah : “Heh
Jos.e cah iki”
Rama : “Jelas
durung maksute. Hahaha”
Sarah : “ Dasar gemblung”
Percakapan diatas dilakukan hanya
untuk membangkitkan rasa humor, karena awalnya menggunakan bahasa Indonesia
kemudian beralih menjadi bahasa jawa. Pecakapan di atas dapat dikatakan
membangkitkan rasa humor karena Rama bilang jelas
durung dan Sarah mengira jelas sudah selesai.
Penutup
a. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas alasan guru
melakukan alih kode karena guru memahami siswa masih dominan menggunakan bahasa
ibu, sehingga guru pada saat menyampaikan materi sering menggunakan bahasa
Indonesia dan bahasa Jawa yang dilakukan secara bergantian, sedangkan alasan
yang menjelaskan tentang guru melakukan campur kode karena
adanya hubungan timbal balik antara peranan penutur bentuk bahasa dan fungsi
bahasa. Alih kode dan campur kode dalam kegiatan pembelajaran bahasa
Indonesia terjadi dapat mempengaruhi tingkat pemahaman dan membantu menjelaskan
hal yang tidak dimengerti siswa. Selain itu pembelajaran terasa tidak
membosankan karena adanya campur kode dan alih kode dapat mengakrabkan suasana,
membangkitkan rasa humor, dan menghormati lawan bicara. Faktor penyebab alih
kode yaitu penutur, mitra tutur, perubahan situasi hadirnya orang ketiga,
perubahan topik, dan sekadar bergengsi.
Daftar Pustaka
Kosasih, Engkos. 2013. Cerdas Berbahasa Indonesia: untuk SMA/MA
Kelas X. Jakarta: Djambatan.
Kelas X. Jakarta: Djambatan.
Kridalaksana, Harimurti.
1982. Pengantar Soisiolinguistik.
Bandung :
Angkasa.
Angkasa.
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT
Raja Grafindo.
Manik, Persada, Riwayanti. 2016. “Pembelajaran
Memahami Teks
Negosiasi Pada Siswa Kelas X Sma Negeri 1 Bandar Lampung
Tahun Pelajaran 2014/2015”. Skripsi. Lampung: Universitas
Lampung.
Negosiasi Pada Siswa Kelas X Sma Negeri 1 Bandar Lampung
Tahun Pelajaran 2014/2015”. Skripsi. Lampung: Universitas
Lampung.
Ohoiwutun, Paul. 2007. Sosiolinguistik Memahami Bahasa dalam
Konteks
Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta: Kesaint Blanc.
Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta: Kesaint Blanc.
Purnamawati, Azizah. 2010. “Campur Kode
dan Alih Kode Tuturan
Penjual Dan Pembeli di Pasar Johar Semarang”. Skripsi. Semarang:
Universitas PGRI Semarang.
Penjual Dan Pembeli di Pasar Johar Semarang”. Skripsi. Semarang:
Universitas PGRI Semarang.
Rohmani, Siti, Amir Fuady, Atiakh
Anindyarini. 2013. Analisis Alih Kode
dan Campur Kode pada Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad
Fuadi.Volume 2, nomor 1. Diakses pada 4 April 2017.
dan Campur Kode pada Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad
Fuadi.Volume 2, nomor 1. Diakses pada 4 April 2017.
Tim. 2013. Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
No comments:
Post a Comment